Tampilkan postingan dengan label buruh. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label buruh. Tampilkan semua postingan

AKSI BURUH PT.SANMINA-SCI BATAM



"Buruh Berjuang Sendiri"

Dalam Hubungan Industrial di Indonesia hari ini, suka tidak suka, percaya atau tidak percaya ... yang namanya buruh adalah rantai makanan dengan derajat paling rendah.

Pemerintah dan aparat dengan kekuasaannya lebih memilih untuk berpihak kepada Pengusaha. Dalam Aksi Mogok Kerja Serikat Pekerja FSPMI Sanmina-SCI Batam kita sudah merasakanya.

Semenjak awal rencana mogok kerja, PUK mengalami intimidasi dengan dipanggil oleh HRD ke dalam ruangan pertemuan yang ternyata didalamnya sudah lengkap hadir 3 instansi, Disnaker, Tunas Karya (mengaku sebagai Konsultan ketenagakerjaan) dan kepolisian (mengaku sebagai kanit intel). Rupanya isi pertemuan tsb ke tiga instansi dgn secara beramai-ramai mendukung keinginan manajemen sanmina untuk melemahkan rencana mogok kerja.

yang menarik adalah pihak yang mengaku konsultan dan pihak dinas tenaga kerja kompak berusaha menyamarkan rencana mogok kerja sebagai aksi yang tidak sesuai aturan undang undang dengan menggunakan kepmen 232 bahwa mogok kerja sebagai akibat gagalnya perundingan dan harus secara jelas dinyatakan dengan kalimat "jalan buntu/ deadlock/ sepakat tidak sepakat" didalam risalah perundingan.

Padahal yang namanya pengusaha hitam sampai kiamat pun tidak akan pernah menuliskan kalimat "jalan buntu" didalam risalah perundingan karena memang strategi awal dari konsultan kepada pengusaha hitam diarahkan agar dalam perundingan yang sudah berjalan 4 kali tidak ada satupun kallimat jalan buntu dituliskan.

Serikat Pekerja walaupun tidak pernah sekolah hukum tetapi masih bisa membaca, dan melihat kepmen tersebut hanya mensyaratkan gagalnya perundingan didalam risalah bukan harus tertulis "deadlock" tetapi cukup dengan memahami esensi yang tertera didalam risalah bahwa perundingan telah gagal dengan bukti bahwa pengusaha:

"hanya sebatas memenuhi aturan sebagai melayani pertemuan berunding tetapi didalam meja perundingan sebenarnya tidak mau sedikitpun berunding".

dan sekali lagi serikat pekerja walaupun tidak pernah sekolah hukum tetap masih bisa mendapatkan dasar hukum lain yang menguatkan syahnya mogok kerja akibat gagalnya perundingan dengan menggunakan UU no.2/2004 ttg. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yang secara jelas menyatakan bahwa setelah perundingan bipartit yang gagal maka proses selanjutnya adalah mediasi ke tripartit, dalam hal ini adalah disnaker.

dengan manajemen telah mendaftarkan perselisihan ke jalur mediasi bahkan telah terjadi mediasi satu kali di disnaker maka tanpa perlu banyak argumentasi sebenarnya manajemen sanmina telah menyatakan sendiri bahwa perundingan bipartit telah gagal.

dengan berbekal keyakinan tersebut serikat menyatakan tetap akan menjalankan hak dasar serikat pekerja "Hak Mogok Kerja" per tanggal 24 Desember 2014.

Setelah gagal melemahkan keinginan serikat untuk tetap mogok kerja, selanjutnya banyak argumentasi digunakan 4 pihak menghadapi 1 pihak serikat pekerja untuk memundurkan tanggal mulai dari aksi mogok kerja, dengan meminta dimulainya aksi mogok tanggal 7 januari 2015.

dari mulai ancaman intimidasi penangkapan, hingga isu SARA berusaha di gulirkan dalam ruangan tersebut.

tetapi sekali lagi Serikat pekerja (diwakili oleh Sekertaris PUK Bung Dedd Surr dan Waka Perempuan Bing Melia Anggraini) bukan orang yang pernah sekolah hukum tetapi sangat percaya bahwa keadilan harus diperjuangkan dengan resiko apapun, dan tidak bergeming sedikitpun untuk melaksanakan hak mogok kerja per tanggal 24 desember 2014.

Setelah Mogok Kerja terlaksana hingga hari ke 10, dan pihak serikat meminta surat penegasan mogok yang sah, maka terbitlah surat penegasan Disnaker bahwa mogok kerja yang dilakukan sudah sesuai syarat syarat undang undang 13/2003 pasal 140.

tetapi sekali lagi keberpihan pemerintah rupanya hanya milik kaum Pemodal, dengan point ke dua dari penegasan bahwa mogok yang dilakukan serikat berdasarkan tuntutannya adalah tidak Normatif.

Saya sebagai Ketua Serikat sudah mengirim SMS protes keras kepada pihak Kadisnaker dan Kabid Saker isinya :

"Pak Zarefriadi Ref yang terhormat, mohon maaf kami protes keras dengan penetapan secara prematur dari disnaker bahwa "TUNTUTAN" mogok kerja yang kita lakukan tidak normatif. Padahal belum ada pertemuan baik bipartit maupun tripartit untuk membahas tuntutan serikat pekerja terkait mogok kerja yang sudah/sedang berlangsung. bahkan dalam surat pemberitahuan serikat hanya menyebutkan alasan mogok kerja, bukan "TUNTUTAN" mogok kerja".

Keberpihakan Kejam dan tanpa dasar dari pihak Disnaker yang berpotensi membunuh kehidupan ratusan buruh beserta anak anaknya!!!

Karena di hari 13 aksi mogok kerja dengan secara kejam pula Pengusaha hitam memotong upah buruhnya dengan menggunakan nota kejam disnaker.

Luarbiasa Disnaker Kota Batam!

Kami ingatkan sekali lagi kepada disnaker kota Batam!
1. Normatifnya moker tidak/belum bisa diputuskan tanpa dasar tuntutan yg belum pernah disebutkan sebelumnya oleh serikat pekerja.
2. Normatifnya moker tidak bisa diputuskan secara tergesa-gesa karena sesuai dengan Tuntutan Serikat Pekerja yang baru kami release di hari ke 13, ada pasal intimidasi yang dilanggar pengusaha asing (sangat normatif karena berdasarkan UU21/2000) dan harus terlebih dahulu dibuktikan sebelum dinyatakan tidak terbukti.

Cc:
Komisi IV DPRD Kota Batam Bpk. Ricky Indrakari
Ketua PCEE bung Yoni Mulyo Widodo
Sekertaris PCEE bung Frezi Anwar
Sekertaris KC bung Suprapto Spmi
Waka Hubungan Industrial PCEE bung Indra Syahlan

Dewan Pengupahan Khl, Umk sampai Ums

Dewan Pengupahan: Anomali Tugas dan Wewenangnya

by Setyo Pamungkas on January 28, 2013


Upah minimum adalah sesuatu yang luar biasa belakangan ini.
Indonesia terkenal dengan tenaga kerjanya yang murah dan jumlahnya sangat banyak.
Upah minimum (yang katanya adalah jaring pengaman sosial-safety nett) diacu sebagai besarnya biaya yang ditanggung oleh pengusaha.
Sudah pasti dan terbukti bahwa pengusaha atau perusahaan mencari peluang agar upah yang dibayarkannya tidak menyebabkan aktivitas produksinya terganggu dan menimbulkan kerugian lain.

Upah minimum muncul dari usulan dan pembahasan yang dilakukan oleh Dewan Pengupahan, baik di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota.
Secara yuridis, Dewan Pengupahan diatur di dalam Keputusan Presiden No. 107 tentang Dewan Pengupahan.
Masing-masing tingkatan Dewan Pengupahan, memiliki kewenangannya masing-masing pula.
Memaknai fungsi Dewan Pengupahan, tidak jauh beda dengan memaknai suatu lembaga quasi yang sebenarnya antara bisa dibutuhkan atau tidak.
Serba mungkin di negara ini, dan lebih-lebih serba dimungkinkan. Dewan Pengupahan merupakan manifestasi kepentingan bangsa dan negara ini untuk mendorong adanya kesepakatan-kesepakatan dalam menentukan arah dari (salah satu faktor) pertumbuhan ekonomi.
Satu-satunya fungsi yang nampak dari Dewan Pengupahan: ‘memberikan saran dan pertimbangan’ khususnya untuk upah bagi pekerja.

Landasan hukum bagi Dewan Pengupahan, yang utama adalah UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Meskipun undang-undang ini telah diuji-materiilkan beberapa kali, tidak menyurutkan niatan untuk tetap mengamankan ketentuan-ketentuan di dalamnya.
Turunan undang-undang ini, yang secara spesifik mengatur mengenai Dewan Pengupahan adalah Keppres 107 Tahun 2004.


>> Wewenang Dewan Pengupahan <<

Berdasarkan Keppres 107 Tahun 2004, Dewan Pengupahan terbagi atas Dewan Pengupahan Nasional, Dewan Pengupahan Provinsi dan Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota.
Mengkaji mengenai Dewan Pengupahan memang serba aneh.
Dalam Keppres tersebut, Dewan Pengupahan didefinisikan sebagai “suatu lembaga non-struktural yang bersifat tripartit.”
Menjelaskan konsepsi ‘lembaga non-struktural’ itu sendiri saja sudah sulit.
Dewan Pengupahan dalam sistem ketenagakerjaan di Indonesia, adalah lembaga non struktural yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden, yang dalam kerangka ini, kewenangan Dewan Pengupahan murni berasal dari Presiden sebagai kepala pemerintahan, sehingga proses pembentukannya merupakan manifestasi hak prerogative Presiden.
Karena bersifat nonstruktural, dalam arti tidak termasuk dalam struktur organisasi kementerian ataupun lembaga pemerintah nonkementerian, maka keberadaan Dewan Pengupahan seakan-akan ada dan tidak ada, tapi nampak.

Permasalahannya, untuk apa sebenarnya Dewan Pengupahan ini dibentuk? Mengapa kemudian (menurut anggapan Presiden) Dewan Pengupahan dianggap penting?
Pada bagian konsideran Keppres 107 Tahun 2004, Dewan Pengupahan dibentuk semata-mata untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Tidak nampak alasan pedagogis yang sebenarnya layak untuk dijadikan panduan.
Artinya bahwa tujuan pembentukan Dewan Pengupahan ada di grey area alias tidak jelas (meskipun sebenarnya alasan ini debatable juga).

Pasal 98 UU No. 13/2003 memang menyatakan bahwa: “untuk memberikan saran, pertimbangan dan merumuskan kebijakan pengupahan  yang akan ditetapkan pemerintah, serta untuk pengembangan sistem pengupahan nasional dibentuk Dewan Pengupahan Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota.”

Dengan melihat ketentuan inipun, sebenarnya karakter dari Dewan Pengupahan adalah sebagai lembaga non-struktural yang bersifat lembaga non-struktural advisory saja (selain bersifat tripartit tentunya).
Oleh karena hanya sebagai lembaga advisory saja, maka terpenuhilah sifat dasar Dewan Pengupahan: memberikan masukan, saran serta rekomendasi terhadap berbagai usahan perubahan yang dilakukan pemerintah, khususnya di bidang pengupahan.
Sementara karakter tripartit, hanya menunjuk pada keberadaannya yang terbentuk dari beberapa unsur, yakni Pemerintah, pengusaha dan pekerja.

Dewan Pengupahan terbagi menjadi 3 (wilayah), yakni Dewan Pengupahan Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Dewan Pengupahan Nasional bertugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam rangka perumusan kebijakan pengupahan dan pengembangan sistem pengupahan nasional (Pasal 4 Keppres 107/2004).
Peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan tidak ada yang memberikan ketegasan bagaimana wewenang Dewan Pengupahan Nasional yang sesungguhnya.
Tugas memberikan saran dan pertimbangan tidak memunculkan konsepsi kewenangan apapun bagi Dewan Pengupahan. Lalu kenapa harus dibentuk?

Dewan Pengupahan Provinsi memiliki tugas untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Gubernur dalam rangka penetapan upah minimum provinsi (UMP), upah minimum kabupaten/kota (UMK) dan upah minimum sektoral (UMS), penerapan sistem pengupahan di tingkat provinsi, dan menyiapkan bahan perumusan pengembangan sistem pengupahan nasional.

Tugas Dewan Pengupahan Provinsi juga sama saja pada prinsipnya dengan Dewan Pengupahan Nasional, hanya saja ruang lingkupnya berbeda.
Sejalan dengan tugas itu, maka wewenang yang dimilikinya juga tidak begitu saja muncul.
Setidak-tidaknya hanya dua hal utama yang bilamana itu dapat disebut sebagai kewenangan, yakni Dewan Pengupahan Provinsi dapat membentuk komisi untuk melakukan tugas tertentu dan mengatur lebih lanjut tentang tata kerjanya.
Konteks kewenangannya pun menjadi sangat terbatas (sekalipun ada kewenangan lain yang berupa memberikan usul penggantian anggota).

Tidak jauh beda, Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota juga pada dasarnya memiliki ruang tugas yang sama dengan Dewan Pengupahan Provinsi, hanya ruang lingkupnya di tingkat Kabupaten/Kota saja.
Tugas Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota seperti hanya mempersempit wilayah saja, yakni sebatas Kabupaten/Kota.
Akan tetapi, faktanya adalah bahwa Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota menjadi organ terdepan yang berhadapan terus menerus dengan masyarakat umum, khususnya yang berkaitan dengan masalah ketenagakerjaan.
Itupun, momennya sangat terbatas. Misalnya, pada saat ‘musim’ penentuan upah.


>> Wewenang Spesial Dewan Pengupahan Provinsi dan Kabupaten/Kota <<

Tugas dan wewenang adalah dua konsep yang berbeda.
Meskipun pada dasarnya keduanya saling berkaitan.
Tugas merupakan sesuatu yang wajib dikerjakan atau sudah ditentukan untuk dilakukan; atau pekerjaan yang menjadi tanggung jawab seseorang, yakni pekerjaan yang dibebankan; atau suruhan (perintah) untuk melakukan sesuatu.
Berbeda dengan wewenang yang adalah hak/kekuasaan yang dimiliki untuk melakukan sesuatu.

Tugas Dewan Pengupahan memang nyata secara yuridis di dalam Keppres 107/2004.
Namun, di sisi lain tugas tersebut seharusnya berimplikasi pada hal-hal tertentu yang dapat dilakukan oleh yang diberikan tugas, yakni wewenang yang juga seharusnya tercantum secara jelas.
Wewenang Dewan Pengupahan tidak kemudian dinyatakan secara tegas.
Wewenang juga seharusnya memunculkan ruang koordinasi antara bagian yang satu dengan yang lainnya.
Menjadi aneh, karena tidak nampak di dalam Keppres 107/2004 tentang fungsi koordinasi antara Dewan Pengupahan Pusat, Dewan Pengupahan Provinsi dan Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota.

Hal ini berarti bahwa tidak ada keterkaitan organisasi antar Dewan Pengupahan. Masing-masing Dewan Pengupahan tidak memiliki jalinan koordinasi antara yang satu dengan yang lainnya. Lembaga ini kemudian menjadi aneh.
Koordinasi antar Dewan yang tidak diakomodasi di dalam Keppres, menjadi salah satu penyebab munculnya masalah-masalah koordinasi.
Sesungguhnya, masing-masing dewan pengupahan tidak berhak menuntut satu sama lain. Dalam Keppres, hal ini tidak disediakan aturannya.
Dengan demikian, wajarlah kemudian pada prakteknya, Dewan Pengupahan Nasional, Dewan Pengupahan Provinsi dan Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota bekerja secara sendiri-sendiri.
Tentu saja karena salah satu aspek tugasnya tidak ada keharusan untuk melaksanakan koordinasi dengan Dewan Pengupahan di tingkatan yang berbeda. Wewenang melakukan koordinasi juga tidak ada.

Karena tidak ada kaitan secara peraturan perundang-undangan, maka tidaklah ada kewajiban untuk menghubung-hubungkan antara satu dengan yang lainnya.
Tabu secara hukum. Pada prakteknya, ternyata Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota seringkali meminta Dewan Pengupahan Provinsi untuk melakukan sesuatu. Inilah dalam karakter hukum dapat dikategorisasikan sebagai perbuatan yang tidak sesuai dengan undang-undang.
Namun, juga berlaku prinsip selama tidak diatur di dalam peraturan perundang-undangan, maka sesuatu perbuatan boleh dilakukan. Dewan Pengupahan boleh-boleh saja tidak berkoordinasi dengan Dewan Pengupahan lainnya. Sah bukan?

Dalam rangka menetapkan upah, Dewan Pengupahan Provinsi dan Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota ternyata punya wewenang yang spesial.
Hal ini dikarenakan ada Permenakertrans No. 12 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak yang mencantumkan hal-hal yang dapat dilakukan Dewan Pengupahan.
Selain yang diatur dalam Keppres 107/2004, yakni bahwa Dewan Pengupahan Provinsi dan Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota dapat membentuk gugus tugas dalam komisi dan mengatur lebih lanjut tentang tata kerjanya, Permenakertrans 13/2012 juga memberikan peluang kewenangan.
Kewenangan melalui Permenakertrans adalah ‘menetapkan kualitas dan spesifikasi teknis masing-masing komponen dan jenis KHL’ dan ‘membentuk tim survey KHL’, serta ‘menetapkan nilai KHL’.

Tiga hal inilah, menurut hemat saya, merupakan wewenang spesial dari Dewan Pengupahan Provinsi dan Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota.
Spesial karena: wewenang diadakan khusus dalam rangka merumuskan upah.
Akan tetapi, sekali lagi, bahwa keduanya sama sekali tidak dianjurkan bahkan di dalam Permenakertrans untuk melaksanakan suatu fungsi hubungan tertentu.

Masalah yang (bisa) muncul adalah bahwa bilamana Kualitas dan spesifikasi teknis komponen KHL ditetapkan? Siapa yang berhak? Penetapannya di dalam Permenakertrans dapat dilakukan oleh Dewan Pengupahan Provinsi atau Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota. Intepretasi dari Pasal 3 ayat (1) dan (2):

1. Nilai masing-masing komponen dan jenis KHL diperoleh melalui survei harga yang dilakukan secara berkala.

2. Kualitas dan Spesifikasi teknis masing-masing komponen dan jenis KHL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disepakati sebelum survei dilaksanakan dan ditetapkan oleh Ketua Dewan Pengupahan Provinsi atau Ketua Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota.

Yang berwenang dan berhak menentukan penetapan komponen dan jenis KHL adalah Dewan Pengupahan Provinsi atau Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota. Secara definitif atau secara otentik, berarti ini menjadi pilihan. Kalau Dewan Pengupahan Provinsi sudah menetapkan, apakah boleh Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota menetapkan pula? Aneh bin ajaib. Kalaupun sudah ditetapkan salah satu, apakah kemudian penetapan itu berlaku bagi yang lain? Ini masalah lagi.

Dewan Pengupahan Provinsi dan Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota, pembentukannya dilakukan oleh masing-masing kepala daerah. Implikasinya adalah bahwa masing-masing tidak memiliki hak untuk memaksakan aturan organiknya kepada yang lain. Sebaliknya, masing-masing juga tidak berhak untuk menuntut yang lain. Secara yuridis, hal ini ditabukan, karena tidak diatur. Meski sebenarnya bisa saja dilakukan karena tidak ada larangan.

Faktanya adalah bahwa Dewan Pengupahan Kabupaten/kota sering menuntut agar Dewan Pengupahan Provinsi menetapkan panduan KHL untuk menjadi acuan bagi pelaksanaan survey KHL di wilayahnya masing-masing. Menurut saya, hal ini aneh. Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota bisa menetapkan sendiri jenis dan komponen KHL, asal tetap mengacu dasar hukum yang sama: Permenakertrans No. 13 Tahun 2012.

Yang diagungkan adalah hubungan industrial yang harmonis. Jadi, karakternya diharuskan bisa seragam. Dewan Pengupahan Provinsi dan Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota dengan wewenang spesialnya, tidak mengindikasikan adanya interaksi yang sepadan dengan situasi dan kondisi hubungan industrial yang sedang diperjuangkan untuk jadi harmonis. Catatan terpentingnya adalah bahwa ‘tugas’ dan ‘wewenang’ adalah berbeda.

Dewan Pengupahan Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota tidak kemudian menegaskan fungsi koordinasinya. Ke depan, Dewan Pengupahan akan tetap seperti ini bilamana peluang-peluang yang berkaitan dengan wewenangnya tidak diperjelas dalam kerangka hukum yang pasti. Inilah salah satu masalah dalam keberadaan lembaga non struktural. Pentingkah Dewan Pengupahan? Sementara di sisi lain ada yang disebut juga dengan Lembaga Kerjasama Tripartit yang kurang lebih secara keanggotaan juga digawangi oleh unsur yang sama. Satu-satunya tugas yang bisa mendorong agar ada interaksi satu dengan yang lain (yang nampak jelas) adalah: menerapkan sistem pengupahan nasional.


sumber:
http://setyopamungkas.wordpress.com/2013/01/28/dewan-pengupahan-wewenang-dan-tugasnya-kini-dan-nanti/

BPJS Program Jaminan Hari Tua

Program Jaminan Hari Tua

Program Jaminan Sosial merupakan program perlindungan yang bersifat dasar bagi tenaga kerja yang bertujuan untuk menjamin adanya keamanan dan kepastian terhadap risiko-risiko sosial ekonomi, dan merupakan sarana penjamin arus penerimaan penghasilan bagi tenaga kerja dan keluarganya akibat dari terjadinya risiko-risiko sosial dengan pembiayaan yang terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja.

Risiko sosial ekonomi yang ditanggulangi oleh program tersebut terbatas saat terjadi peristiwa kecelakaan, sakit, hamil, bersalin, cacat, hari tua dan meninggal dunia, yang mengakibatkan berkurangnya atau terputusnya penghasilan tenaga kerja dan/atau membutuhkan perawatan medis Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial ini menggunakan mekanisme Asuransi Sosial.



>>> Program Jaminan Hari Tua  <<<


Definisi

Program Jaminan Hari Tua ditujukan sebagai pengganti terputusnya penghasilan tenaga kerja karena meninggal, cacat, atau hari tua dan diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua. Program Jaminan Hari Tua memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 tahun atau telah memenuhi persyaratan tertentu.

Iuran Program Jaminan Hari Tua:

>> Ditanggung Perusahaan = 3,7%
>> Ditanggung Tenaga Kerja = 2%


Kemanfaatan Jaminan Hari Tua adalah sebesar akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya.

Jaminan Hari Tua akan dikembalikan/dibayarkan sebesar iuran yang terkumpul ditambah dengan hasil pengembangannya, apabila tenaga kerja:

- Mencapai umur 55 tahun atau meninggal dunia, atau cacat total tetap
- Berhenti bekerja yang telah memenuhi masa kepesertaan 5 tahun dan masa tunggu 1 bulan
- Pergi keluar negeri tidak kembali lagi, atau menjadi PNS/POLRI/ABRI


>>> Tata Cara Pengajuan Jaminan <<<


1.>  Setiap permintaan JHT, tenaga kerja harus mengisi dan menyampaikan formulir 5 BPJS Ketenagakerjaan kepada kantor BPJS Ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan:

a. Kartu peserta Jamsostek (KPJ) asli
b. Kartu Identitas diri KTP/SIM (fotokopi)
c. Surat keterangan pemberhentian bekerja dari perusahaan atau Penetapan Pengadilan Hubungan Industrial
d. Kartu Keluarga (KK)



2.>  Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang mengalami cacat total dilampiri dengan Surat Keterangan Dokter


3.>  Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang meninggalkan wilayah Republik Indonesia dilampiri dengan:

a.       Pernyataan tidak bekerja lagi di Indonesia
b.       Photocopy Paspor
c.       Photocopy VISA


4.>  Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang meninggal dunia sebelum usia 55 thn dilampiri:

a.   Surat keterangan kematian dari Rumah Sakit/Kepolisian/Kelurahan
b.   Photocopy Kartu keluarga


5.>     Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang berhenti bekerja dari perusahaan sebelum usia 55 thn telah memenuhi masa kepesertaan 5 tahun telah melewati masa tunggu 1 (satu) bulan terhitung sejak tenaga kerja yang bersangkutan berhenti bekerja, dilampiri dengan:

a.  Photocopy surat keterangan berhenti bekerja dari perusahaan
b.  Surat pernyataan belum bekerja lagi
c.  Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang menjadi Pegawai Negeri Sipil/POLRI/ABRI


Selambat-lambatnya 30 hari setelah pengajuan tersebut BPJS Ketenagakerjaan melakukan pembayaran JHT

Daftar Lengkap UMK 2015 Jawa timur

Gubernur Jatim Soekarwo telah menetapkan besaran UMK 2015 untuk 38 kabupaten/kota di Jatim.

UMK 2015 di Kota Surabaya berada di posisi tertinggi, sedangkan UMK terendah untuk Kabupaten Magetan.

Keputusan besaran UMK 2015 di Jatim tersebut tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 72 Tahun 2014


Berikut rinciannya:

1. Kota Surabaya Rp 2.710.000
2. Kabupaten Gresik Rp 2.707.500
3. Kabupaten Sidoarjo Rp 2.705.000
4. Kabupaten Pasuruan Rp 2.700.000
5. Kabupaten Mojokerto Rp 2.695.000
6. Kabupaten Malang Rp 1.962.000
7. Kota Malang Rp 1.882.250
8. Kota Batu Rp 1.817.000
9. Kabupaten Jombang Rp 1.725.000
10. Kabupaten Tuban Rp 1.575.500
11. Kota Pasuruan Rp 1.575.000
12. Kabupaten Probolinggo Rp 1.556.800
13. Kabupaten Jember Rp 1.460.500
14. Kota Mojokerto Rp 1.437.500
15. Kota Probolinggo Rp 1.437.500
16. Kabupaten Banyuwangi Rp 1.426.000
17. Kabupaten Lamongan Rp 1.410.000
18. Kota Kediri Rp 1.339.750
19. Kabupaten Bojonegoro Rp 1.311.000
20. Kabupaten Kediri Rp 1.305.250
21. Kabupaten Lumajang Rp 1.288.000
22. Kabupaten Tulungagung Rp 1.273.050
23. Kabupaten Bondowoso Rp 1.270.750
24. Kabupaten Bangkalan Rp 1.267.300
25. Kabupaten Nganjuk Rp 1.265.000
26. Kabupaten Blitar Rp 1.260.000
27. Kabupaten Sumenep Rp 1.253.500
28. Kota Madiun Rp 1.250.000
29. Kota Blitar Rp 1.250.000
30. Kabupaten Sampang Rp 1.243.200
31. Kabupaten Situbondo Rp 1.231.650
32. Kabupaten Pamekasan Rp 1.209.900
33. Kabupaten Madiun Rp 1.201.750
34. Kabupaten Ngawi Rp 1.196.000
35. Kabupaten Ponorogo Rp 1.150.000
36. Kabupaten Pacitan Rp 1.150.000
37. Kabupaten Trenggalek Rp 1.150.000
38. Kabupaten Magetan Rp 1.150.000


ALIANSI BURUH BANTEN GERUDUK KANTOR GUBERNUR BANTEN 29 Des 2014



Serang - Ratusan buruh kembali merangsek ke depan Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), Curug, Kota Serang, Senin (29/12/2014).

Kedatangan mereka untuk kembali menuntut revisi Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2015 dan penghapusan sistem kerja kontrak serta menghapus regulasi yang dinilai merugikan buruh.

Andi, salah satu anggota buruh dari Komite Aksi Buruh Tangerang mengatakan kepada media, bahwa dirinya akan terus berjuang, menuntut revisi UMK yang sudah ditetapkan oleh pemerintah Provinsi Banten. "Kami menuntut kepada Rano Karno untuk merevisi UMK yang sudah ditetapkan, karena UMK tersebut masih jauh dari harapan", kata Andi.

Dalam aksi kali ini, sempat terjadi tawar-menawar antara koordinator aksi dari perwakilan buruh mengenai lokasi aksi. Koordinator buruh meminta kepada para petugas kepolisian yang memblokade jalan depan KP3B untuk membuka blokade dan memberikan kesempatan kepada buruh untuk berorasi di depan gerbang KP3B.

"Kami akan memberikan kesempatan kepada rekan-rekan buruh untuk menyampaikan pendapat tapi harus komitmen untuk menjaga ketertiban," ujar petugas kepolisian melalui pengeras suara.
Koordinator aksi buruh yang menggunakan pengeras suara dari kendaraan bak terbuka menyetujui persyaratan tersebut dan langsung merangsek ke depan gerbang KP3B.

"Tenang kawan-kawan, simpan dulu emosinya. Hari ini kita upayakan supaya terjadi revisi UMK," ujar perwakilan buruh.

Sebelumnya diberitakan ribuan buruh dari Tangerang yang tergabung dalam beberapa aliansi antara lain Komite Aksi Buruh Tangerang (KABUT), Aliansi Tangerang Raya (ALTAR), dan Serikat Pekerja Nasional (SPN) , Forum Buruh Serang Banten (FBSB), dan ASPSB
akan kembali menggelar aksi di Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), Senin (29/12/2014)


diambil dari status kawan buruh sdr.Adi Satria Lia :

...Dan perjuangan ini takkan berhenti disini kawan...
Bahkan ketika kami berada posisi yg sulit sekalipun,kami hanya bisa berdoa semoga Allah selalu memberikan kami kekuatan dan keyakinan yg kuat untuk menghadapi semua ini...
Aku bahkan tak pernah bisa untuk berkata lelah,ketika dengan gagahnya kalian tak beranjak dari medan perjuangan.bahkan ketika Kita harus berhadapan dengan perisai yg tepat diatas kepala..
Terimakasih kawan...yakinlah Allah akan mendengar setiap doa yg kita ucapakan dalam perjuangan ini...
Hidup buruh yg berjuang....

"Perjuangan dan Doa"..


TERUSLAH BERJUANG.. BURUH BANTEN

UNION BUSTING KETUA PUK SPEE FSPMI SANMINA-SCI BATAM

Kronologi tentang PHK Ketua PUK FSPMI Sanmina-SCI Batam.

Atas Nama : Darmo Juwono
Badge No. : 80321
Jabatan : Assisten Engineer Process Engineering.
Date Joint : 17 Mei 2004.

Jabatan Organisasi:
1. Ketua PUK SPEE FSPMI Sanmina-SCI Batam.
2. Anggota Dewan Pengupahan Kota Batam.
3. Bendahara Konsulat Cabang FSPMI Kota Batam.






>1. Bahwa Rabu, 8 Oktober 2014

Sdr.Darmo Juwono menerima surat penggilan, untuk menemui HRD Sanmina-SCI Batam pada hari Kamis, 9 Oktober 2014 sesuai dengan perihal panggilan adalah status hubungan kerja.
Dikarenakan tanggal 9 Oktober 2014 adalah jadwal Perundingan Pertama UMK Batam 2015, sehingga tidak bisa memenuhi panggilan.

>2. Bahwa Jumat, 10 Oktober 2014
Sdr.Darmo Juwono memenuhi panggilan dan bertemu dengan Assisten Manajer HRD Sanmina-SCI Batam Sdr. Supriyatno, SH.

• Bahwa HRD langsung menyodorkan Surat Risalah Perundingan Bipartit Pemutusan Hubungan Kerja kepada Sdr. Darmo Juwono yang didalamnya sudah tersusun rapih Pendapat Pengusaha yang berisi tentang pelanggaran-pelanggaran disiplin hingga mendapatkan Surat Peringatan 3 (tiga).

i. Pengusaha memberikan Peringatan Lisan tanggal 24 Januari 2014, karena sdr. Darmo Juwono tidak melakukan pekerjaan tetapi mencatatkan kehadiran.

ii. Pengusaha memberikan Surat Peringatan I (satu) tanggal 15 April 2014 karena sering datang terlambat dan tanpa pemberitahuan kepada atasannya.

iii. Pengusaha memberikan Surat Peringatan II (dua) tanggal 16 Mei 2014 karena pada tanggal 5 Mei 2014 meninggalkan perusahaan tanpa ijin atasan dari jam 13.00 hingga 17.00 wib dan pada daftar kehadiran tercatat pulang jam 21.15.

iv. Pengusaha mengeluarkan Surat Peringatan III (tiga) tanggal 21 Mei 2014 karena Sdr. Darmo Juwono pada tanggal 9 Mei 2014 tidak berada di tempat kerja dari jam 13.00 hingga 14.30.


• Bahwa Sdr. Darmo Juwono meminta bukti copy Surat Peringatan, karena sebelumnya tidak pernah dipanggil untuk diberitahu dan menerima Surat Peringatan 2 (dua) dan Surat Peringatan 3 (tiga).

• Bahwa HRD tidak bersedia memberikan bukti copy Surat Peringatan tersebut.

• Bahwa Sdr. Darmo Juwono memberikan Penjelasan terkait Peringatan Lisan dan Peringatan I (satu), memang ada dipanggil untuk menemui Operation Manager a/n. Soon Nguan Tan (SN Tan) dan memberikan penjelasan bahwa keterlambatan keberadaannya diluar lingkungan perusahaan adalah untuk menjalankan tugas sebagai Pengurus Konsulat Cabang FSPMI Batam.

• Bahwa Sdr. Darmo Juwono juga mengatakan bahwa selama ini tidak mendapatkan Diagram Struktur Organisasi sehingga tidak tahu harus melaporkan aktivitasnya kepada siapa, karena tidak jelas siapa atasannya langsung.

• Bahwa Sdr. Darmo Juwono juga mengatakan bahwa Surat Peringatan tidak sah secara hukum karena dasar hukumnya masih bermasalah, berkaitan dengan Peraturan Perusahaan yang sudah habis masa berlakunya dan mengandung unsur Wanprestasi (pelanggaran kesepakatan) pada saat melakukan perpanjangannya.

• Bahwa sebelumnya Peraturan Perusahaan sudah dibicarakan antara HRD dengan Serikat Pekerja, hingga tercapai kesepakatan bahwa serikat pekerja setuju untuk memperpanjang Peraturan Perusahaan sesuai dengan aturan undang-undang tenaga kerja selama 1 (satu) tahun dengan harapan peraturan penggantinya, yaitu PKB (Perjanjian Kerja Bersama) bisa cepat diselesaikan sebelum 1 (satu) tahun masa berlaku Peraturan Perusahaan Perpanjangan habis.

• Bahwa akhirnya Peraturan Perusahaan terbit dengan masa berlaku 2 (dua) tahun, sehingga Serikat Pekerja mengganggap Peraturan Perusahaan cacad hukum karena mengandung unsur Wanprestasi (pelanggaran kesepakatan).

• Bahwa dengan dasar tersebut Sdr. Darmo Juwono memohon maaf karena tidak akan mengakui keabsahan Surat Peringatan karena dasar Peraturan Perusahaan mengandung unsur cacad hukum.

• Bahwa sebagai niat baik dari pemanggilan oleh Operation Manager Sdr. Darmo Juwono Bersedia melakukan perbaikan disiplin kerja, dan meminta agar dibuatkan diagram organisasi (organsization chart) agar mudah koordinasi untuk keperluan organisasi serikat di waktu kerja.

• Bahwa terkait disiplin kerja juga disampaikan oleh Sdr. Darmo Juwono perlahan lahan semenjak aktif di Sebagai Ketua Serikat Pekerja, ada kesan Sdr. Darmo Juwono di Non Jobkan secara halus sehingga tidak pernah lagi diberikan kesempatan untuk memperoleh tambahan pendapatan dari upah lembur.

• Bahwa salah satu cara intimidasi halus bagi pengurus serikat pekerja adalah dengan cara tidak diberikan kesempatan melakukan pekerjaan lembur agar upah yang diterima hanya sebatas upah pokok saja.

• Bahwa dalam melaksanakan penugasan dari Serikat Pekerja sebagai Anggota Konsulat Cabang sering kali penugasan tidak diberikan cuti serikat, sehingga lebih banyak terkena potongan cuti tahunan atau potongan upah karena absen.

• Bahwa dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai anggota Dewan Pengupahan Kota Batam Pihak Pengusaha tidak dapat menolak untuk memberikan dispensasi karena Sdr. Darmo Juwono menggunakan haknya sesuai undang-undang 13/2003 yaitu melaksanakan tugas negara karena surat dispensasi dikeluarkan oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Batam.





>3. Bahwa pada sekitar Bulan Maret, telah terjadi perundingan pengupahan di internal PT. Sanmina-SCI Batam dengan satu masalah tidak sepakat, yaitu kepastian tanggal pembayaran upah sundulan dan upah baru 2014.
• Bahwa manajemen tidak mau memberikan kepastian tanggal dan bulan pembayaran sehingga perundingan berakhir tanpa kesepakatan.

• Bahwa manajemen tidak memberikan solusi dengan permasalahan tanggal dan bulan pembayaran upah baru dan upah sundulan sehingga menimbulkan keresahan bagi mayoritas pekerja Sanmina-SCI Batam.

• Bahwa dengan tanpa koordinasi dengan Serikat Pekerja akhirnya pekerja PT. Sanmina-SCI melakukan demo spontan ke HRD untuk menuntut segera dibayarkannya upah baru dan upah sundulan tahun 2014.

• Bahwa Serikat Pekerja berada dalam posisi sulit untuk menghentikan aksi demo spontan pekerja PT. Sanmina-SCI Batam dikarenakan tuntutannya adalah hak dasar sebagai pekerja yaitu permasalahan upah.

• Bahwa untuk penyelesaian masalah pihak serikat pekerja akhirnya mengadukan kasus tersebut untuk meminta nota dinas pengawas ketenaga kerjaan agar diterapkan sesuai dengan aturan undang-undang mengenai perlindungan upah yaitu menggunakan sanksi denda atas keterlambatan pembayaran upah.

• Bahwa setelah dikoordinasikan dengan Pengawas KetenagaKerjaan Sdr. Zalfirman, akhirnya Pengusaha memilih untuk memenuhi tuntutan denda kepada pekerja PT. Sanmina-SCI yang bermasa kerja dibawah 1 (satu) tahun.


>4. Bahwa pada sekitar Bulan April, melalui Ketua Konsulat Cabang Sdr. Yoni Mulyo Widodo Sdr. Darmo Juwono diberitahukan bahwa Pihak Manajemen Sanmina-SCI Batam melalui Tunas Karya Bpk. Kushadi Menyampaikan, akan mempidanakan Ketua Serikat PUK Sanmina-SCI Batam karena telah melakukan pembiaran terhadap aksi demo spontan pekerja PT. Sanmina-SCI Batam.

>5. Bahwa Sdr. Darmo Juwono sebagai Ketua Serikat Pekerja PUK PT. Sanmina-SCI Batam merasakan bahwa informasi tersebut adalah salah satu bentuk Intimidasi nyata kepada aktivis serikat pekerja.

>6. Bahwa Sdr. Darmo Juwono juga merasakan intimidasi sebagai beban berat sehingga bukan hanya menurunkan motivasi kerja tetapi juga mematikan motivasi kerja karena suasana intimidasi semakin kental.

>7. Bahwa perbaikan disipilin yang sudah diusahakan oleh Sdr. Darmo Juwono tidak mendapatkan apresiasi malah sebaliknya mendapatkan tekanan intimidasi sudah disampaikan kepada Ketua Konsulat Cabang Sdr. Yoni Mulyo Widodo.

>8. Bahwa intimidasi juga berkaitan dengan usaha Serikat Pekerja PUK PT. Sanmina-SCI Batam untuk secepatnya menyelesaikan Perundingan PKB (Perjanjian Kerja Bersama) dimana dalam PKB tersebut akan jelas Hak dan Kewajiban Pengurus Serikat Pekerja dibicarakan dan diputuskan bersama antara serikat pekerja dan pengusaha, sehingga modus intimidasi dengan memakai alasan Indisipliner tidak akan menimpa Pengurus Serikat Pekerja.

>9. Bahwa Proses PHK Sdr. Darmo Juwono ada kaitannya dengan Proses Pembentukan PKB (Perjanjian Kerja Bersama) dimana Perundingan PKB (Perjanjian Kerja Bersama) memang terkesan sengaja diulur-ulur agar senjata pengusaha untuk mem PHK Pengurus Serikat pekerja dapat dilakanakan dengan tanpa hambatan, terbukti perundingan berjalan sangat lamban dan tidak wajar.
• Contoh:

i. Perundingan untuk tata tertib PKB berjalan hingga kira-kira 4 (empat) kali pertemuan.

ii. Perundingan untuk pembukaan (mukadimah) PKB berjalan hingga kira-kira 5 (lima) kali pertemuan.

iii. Perundingan untuk definisi PKB berjalan hingga kira-kira 6 (enam) kali pertemuan.

iv. Hingga terjadinya awal pemanggilan Sdr. Darmo Juwono oleh HRD, haknya sebagai Ketua Serikat Pekerja dan Ketua Tim Perundingan PKB diabaikan oleh manajemen PT. Sanmina-SCI Batam dengan cara melarang Sdr. Darmo Juwono masuk kedalam perundingan walaupun masih resmi sebagai ketua serikat sekaligus ketua tim perunding PKB.


>10. Bahwa Proses PHK Sdr. Darmo Juwono diduga kuat sekaligus juga untuk mengganggu konsentrasi Perundingan UMK Kota Batam. Setiap Perundingan Bipartit masalah PHK Sdr. Darmo Juwono yang diajukan oleh Manajemen PT. Sanmina-SCI Batam selalu bertabrakan dengan Perundingan UMK Kota Batam yaitu tanggal dibawah ini:

• Kamis, 9 Oktober 2014 Perundingan Pertama UMK Kota Batam 2015.

• Selasa, 14 Oktober 2014 Perundingan Kedua UMK batam 2015.

• Kamis, 16 okt 2014 Perundingan ketiga UMK Batam 2015.

• Selasa, 21 Oktober 2014 Perundingan Keempat UMK Batam 2015

• Kamis, 23 Oktober 2014 Perundingan Kelima UMK Batam 2015.


>11. Bahwa menanggapi Intimidasi dari Pihak Manajemen PT. Sanmina-SCI Batam Pengurus Unit Kerja PUK SPEE FSPMI PT. Sanmina-SCI Batam, secara resmi mengajukan untuk melaksanakan Haknya untuk Mogok Kerja dikarenakan gagalnya perundingan bipartit yang dilakukan antara PUK FSPMI PT. Sanmina-SCI Batam dengan Manajemen PT. Sanmina-SCI Batam pada tanggal 12 Desember 2014 untuk sesuai dengan aturan undang undang melakukan pemberitahuan Mogok Kerja kepada manajemen dan dinas terkait (Disnaker) selambat lambatnya 7 hari kerja, dan Mogok Kerja dilakukan pada tanggal 24 Desember 2014.


PUK SPEE FSPMI PT. Sanmina-SCI Batam

Ketua
Sekertaris


(Darmo Juwono)
(Dedi Suryadi)


MARI TETAP 1 KOMANDO..!!

sumber:
http://jabarbersatu.com/union-busting-ketua-puk-spee-fspmi-sanmina-sci-batam/

SK Revisi UMK Jawa Barat 2015 No 561/Kep.1746-Bangsos/2014

Berikut Kami lampirkan SK Gubernur Jawa Barat tentang perubahan atau revisi UMK Jawa Barat tahun 2015

SK tersebut No 561/Kep.1746-Bangsos/2014 tanggal 24 Desember 2014. Isinya, tentang Perubahan Atas Keputusan Gubernur Jawa Barat  Nomor 561/Kep.1581-Bangsos/2014 Tentang Upah Minimum Kabupaten / Kota  Di Jawa Barat Tahun 2015.